Sabtu, 19 Desember 2009

RESTORATIVE JUSTICE SEBAGAI ADR DALAM PERKARA PIDANA

A. Pendahuluan

Restorative justice berawal dari negara-negara yangn menggunakan bahasa inggris seperti Australia, New Zeeland Dll, dengan tetap menyebut restorative adalah suatu jenis keadilan dalan ajaran keadilan. Restorative justice sebagai konsep pemidanaan bermaksud menemukan jalan pada sistem pemidanaan yang lebih adil dan berimbang antara kepentingan pelaku dan korban. Sistem pemidanaan yang berlaku sekarang ini dirasakan kurang adil dan tidak merumuskan pada konsep pendidikan tujuan dari pemidanaan.
Di Indoesia restorative justice sudah mulai dikenalkan dan diterapkan dalam perkara-perkara tertentu yang mudah dalam hal pembuktiannya. Restorative justice di Indonesia dalam perkembangannya kini telah menjadi communis opinion doctorun yang artinya sistem pemidanaan dalam hukum pidana yang telah dijalankan selama ini belum berhasil mencapai tujuan, baik bagi pelaku maupun masyarakat pada umumnya karenanya perlu ada suatu pemikiran teoritis dengan mengadopsi hukum acara lain dalam hal ini model Alternative Dispute Resulution (ADR) sebagai konsep penyelesaian yang lebih cepat dan sederhana tanpa harus mencederai nilai-nilai keadilan.
Dalam hukum pidana tujuan pemidanaan yang kita kenal selama ini hanyalah bertujuan untuk mengembalikan pelaku menjadi warga negara yang baik dan bertanggungjawab, begitu banyak pelaku pidana kambuhan (residivist) yang kemungkinan secara statistikal antara pelaku kambuhan dengan non kambuhan.
Bagi korban sistem pemidanaan yang berlaku sekarang tidak memberi perlindungan atas segala derita dan kerugian akibat perbuatan pidana, baik dalam arti korban langsung maupun keluarga korban suami/isteri anak ataupun orangtua misalnya cacat karena penganiyayaan ataupun meninggal dunia.
Bagi penulis dengan tetap banyaknya pelaku pidana menunjukan pemidanaan sebagai instrumen represif melindungi dan menjaga keamanan umum pemidanaan tersebut haruslah dapat menjadikan efek penjera bahkan dikalangan masyarakat untuk menimbulkan efek penjera tersebut sering meminta agar terdakwa di hukum mati atau masyarakat mengadili sendiri (eigenrichting) kalau demikian terjadi dimana letak kesalahannya masyarakat ataukah sistem hukumnya yang tidak berfungsi.
Memperhatikan perkembangan ilmu hukum pidana (straf-rechts) dan berbagai macam aturan baru telah banyak pemikiran-pemikiran mengenai pemidanaan dan pemasyarakatan seperti diadakannya pranata pidana percobaan, pidana kerja sosial dan pidana bersyarat.


B.Peradilan Pidana.

Dalam proses peradilan perkara Pidana yang berupaya maksimal untuk menemukan dan mewujudkan kebenaran materiil, sering muncul keluhan ketidakadilan dari pihak yang berkepentingan (stakeholder).Proses mengadili dalam perkara pidana merupakan proses interaksi nalar hukum dan batin untuk mencapai puncak kearifan dalam memutus suatu perkara.Putusan Pengadilan dalam perkara pidana harus di dasarkan atas fakta-fakta yang sah muncul dalam persidangan dan meyakinkan hakim yang memutus perkara berdasarkan penalaran hukum/legal reasoning tetap saja masih tidak dapat memberikan rasa keadilan bagi salah satu pihak yang tidak bisa menerima putusan tersebut.
Restoraktive justice bertujuan untuk merestorasi (membangun kembali) ekuilibrium metafisik kehidupan korban, masyarakat dan juga pelaku kejahatan, keseimbangan spiritual koimunitas (stakeholder) dan korban perlu dipulihkan agar gairah hidup berpendar kembali dalam upaya membangun peradabannya.Begitu juga pelaku kejahatan perlu diberi ruang kontemplasi untuk menyadari dan bertobat demi pemulihan jiwa dan kesadaran sosialnya.
Secara koseptual restorative justice mengandung gagasan-gagasan antara lain membangun partisipasi bersama antara pelaku, korban dan kelompok masyarakat dalam menyelesaikan suatu tindak pidana yang dipandang adil bagi semua pihak (win-win solution).
Mekanisme konsep restroative justice ada dua yang perlu diperhatikan yaitu momentum saat sebelum memasuki proses peradilan dan forum dalam persidangan pengadilan.Sebelum proses peradilan berjalan dimaksudkan pada saat perkara tersebut di tangan kepolisian atau kejaksaan baik atas inisiatif sendiri pelaku dan korban atau keluarga korban atau pelaku dilakukan upaya perdamaian memalui konsep ADR namun tidak menghilangkan perbuatan pidananya sehingga pada saat perkara dilimpahkan kepengadilan hakim dapat menganjurkan penyelesaian menurut cara-cara restorative justice sebagai ADR dalam perkara pidana menjadi bahan pertimbangan hakim terhadap hal-hal yang dapat meringankan terdakwa dalam penjatuhan putusan.
Terlepas dari aspek positif restorative justice sebagai ADR dalam perkara pidana hanya dapat diterapkan pada pelaku yang benar-benar pasti diketahui pelakunya dan keluarga korban mau memaafkan perbuatan pelaku. (admin/agsrj)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar